Kelas mobil mewah yang dibuat dari daratan eropa, mobil sebagai supercar mempunyai kecepatan mencapai diatas 300an Km/jam.Harga barang mewah yang dijual bisa mencapai milyar-milyar rupiah.. asal muasal saya tertarik nama itu berasal dari game need for speed..
Kamis, 29 Desember 2011
Atlet Para Games
Sepakbola Profesional Kita Berada di Level Terendah Asia
Mungkin banyak yang belum tahu bahwa sejak 3 tahun yang lalu AFC sebagai Induk Organisasi Sepakbola di Asia telah mengeluarkan satu ketentuan pemenuhan syarat klub profesional bagi klub – klub peserta Liga Profesional yang teregistrasi di AFC.
Ketentuan tersebut harus diimplementasikan selambat – lambatnya 3 tahun sejak AFC mensosialisasikan ketentuan syarat klub profesional. Ketentuan ini dibuat selain untuk melakukan standarisasi kompetisi sepakbola profesional di Asia dan mendorong percepatan kualitas kompetisi suatu negara sehingga ujungnya akan mendorong level dan prestasi sepakbola suatu negara, regulasi ini digunakan juga untuk melakukan grade klub suatu negara untuk mengetahui prosisi negara tersebut terkait kuota AFC Champhion Leage dan Cup.
AFC menetapkan Liga Sepakbola Profesional di Japan, Korea, Qatar, Saudi Arabia, UEA, China, Uzbekistan, Iran, Australia, Thailand dan Indonesia sebagai negara – negara yang wajib memenuhi ketentuan klub profesional tersebut.
PSSI era Nurdin Halid dengan Badan Liga Indonesia di bawah Andi Darusalam Tabusala dan CEO PT. Liga Indonesia Djoko Driyono memiliki kewajiban untuk membantu, mendorong dan mengkondisikan klub sepakbola profesional Indonesia selama 3 tahun terakhir sejak 2008 untuk dapat memenuhi ketentuan – ketentuan sebagai klub sepakbola profesional.
Adapun yang disyaratkan di dalam ketentuan tersebut adalah sebagai berikut :
Dan setelah 3 tahun berlalu, tahukah anda dimana prosisi Liga Sepakbola Profesional Indonesia termasuk klub-klub di dalamnya ? ini dia posisi kita sesuai dengan penilaian AFC
Paling rendah dibandingkan dengan seluruh negara yang diverifikasi oleh AFC, bahkan jika dibandingkan dengan Thailand, Indonesia hanya bisa mengumpulkan point separuhnya saja.
Jadi saya tidak tahu apa yang dilakukan PSSI era NH, BLI dan PT.LI selama 3 tahun terakhir ini jika kemudian AFC mengkasifikasi dan menilai pelaksanaan Liga Profesional ( ISL ) dan klub Profesional Indonesia berada dalam level terendah.
Bahkan yang lebih menyedihkan, dalam dokumen putusan EXCO AFC soal grade klub profesional di Asia, ada pernyataan AFC sebagai berikut :
Indonesia will not be allowed to get an ACL direct slot since they failed to meet many items of AFC Champions League Criteria; however, it will be given one ACL play-off slot to support the development of football in Indonesia
Indonesia dengan ISL-nya di bawah PT. LI dinyatakan AFC sebagai gagal menenuhi banyak kriteria dan hanya belas kasih AFC lah untuk membantu pengembangan sepakbola di Indonesia, Indonesia kemudian diberikan 1 jatah slot play off di AFC Champhions League, menyedihkan.
Padahal dengan standar kompetisi yang coba dibuat oleh PSSI dan PT. LPIS di era sekarang ini, Indonesia sebenarnya harusnya mendapatkan jatah slot maksimum sebesar 4 wakil sesuai dengan hitungan AFC sebagai berikut :
Coba kita lihat berapa jumlah maksimal klub sepakbola profesional yang direstui AFC berputar di dalam Liga Profesional di Indonesia, ya benar ada 24 klub dengan maksimum ACL Slot 4 klub
Nah, kondisi seperti ini harusnya menjadi perhatian dan pemikiran klub sepakbola Indonesia yang mengaku profesional bahwa ternyata level kita di Asia selama ini sangatlah mengecewakan. Kita semua ( PSSI era Nurdin, BLI dan PT. LI, Klub, Supporter, Pengamat sepakbola, Media ) telah membuang 3 tahun waktu yang diberikan AFC kepada kita untuk membenahi diri kita dan PT. LI dengan ISL nya yang sudah terbukti gagal menurut penilaian AFC dan beberapa klub yang entah mengapa tidak bisa berfikir jernih ditambah beberapa EXCO PSSI yang entah berfikir untuk apa masih juga belum sadar bahkan menambah ruwetnya sepakbola Indonesia dengan tidak mau bergabung dengan langkah – langkah yang sedang dilakukan Federasi ( PSSI era Djohar Arifin ) untuk berusaha berjuang menaikkan level sepakbola kita baik secara level kompetisi, level klub dan level prestasi di Asia.
Kita tidak bisa memaksa Jepang, Korea, Qatar, Iran, Saudi untuk turun level sehingga sama levelnya dengan kita, tapi kita yang harus bekerja keras dan berjuang menaikkan level kita sehingga berada di level yang sama dengan para raksasa sepakbola Asia tersebut dan itu semua bisa terwujud jika pembenahan sepakbola dilakukan dengan road map yang benar, tidak diganggu dan tidak di politisasi.
Saya cukup terkejut dengan pernyataan bahwa hanya PT. LI, Djoko Driyono, Nirwan Bakrie dan ISL yang paling pantas mengelola sepakbola profesional di Indonesia, 3 tahun berlalu sepakbola ditangan mereka dan lihatlah dimana posisi Indonesia saat ini. Masihkah kita percaya bahwa mereka yang terbaik ?
Memang benar bahwa PSSI di era Arifin Djohar juga memiliki beberapa catatan, tapi jika melihat usia mengelolanya yang masih 5 bulan dan terus diganggu oleh kekuatan lama yang tidak mau tahu diri rasanya kita harus memberikan kesempatan kepada PSSI untuk melakukan rencana kerjanya memperbaiki level sepakbola Indonesia. Mungkin setelah 1 tahun kita akan bisa mengukur dengan baik dan jernih berdasarkan variable ukur yang sudah lebih jelas.
Korban pertama dari kelakukan PT. LI dengan ISL –nya adalah Persipura Jayapura yang tidak dapat memanfaatkan kesempatan yang diberikan AFC kepada Indonesia di ajang AFC Champhions League.
PSSI sebenarnya sudah mendaftarkan Persipura pada tanggal 31 Oktober 2011 ( jadi tidak benar bahwa PSSI tidak mendaftarkan Persipura ke AFC seperti yang disampaikan beberapa pihak belakangan ini di Media dan jejaring sosial )
Hanya kemudian ada persyaratan yang tidak bisa dipenuhi oleh Persipura sebagai syarat kepesertaan AFC Champions League berdasarkan regulasi AFC dan itu akibat dari terbujuknya Persipura mengikuti ISL nya Djoko Driyono yang jelas – jelas berada di luar struktur kompetisi yang diakui seluruh federasi ( PSSI, AFC, FIFA )
Di dalam regulasi AFC soal kriteria klub peserta ACL disebutkan :
Club who participate in ACL 2013 must be authorized as a licensee from the Member Association / League, which are the licencor by 2013 in accordance with the appoval prosedure in the Club Licensing Regulations. The league governing body is legal entity governed by its football association. The league has an auditor.
Di ketentuan yang lain disebutkan sebagai berikut :
(a) It recognises as legally binding the statutes, rules and regulations and decisions of FIFA, AFC, The National Association and if they exist of the national league
(d) at national level, it will play in competitions that are recognises an d endorses by the national association ( e.g national champhionship, national cup )
untuk melihat semua regulasi tersebut anda tinggal masuk ke situs AFC di http://www.the-afc.com/en/resources/regulations-a-guidelines
Jadi ketika kemudian PSSI menyampaikan sebuah fakta bahwa Persipura memilih untuk tidak bermain di struktur kompetisi resmi di bawah PSSI, maka AFC dengan kewenangannya membuat keputusan berdasarkan fakta – fakta yang disampaikan oleh PSSI untuk mencoret Persipura sebagai salah satu peserta play off ACL 2012. Regulasi lah yang mencoret kepesertaan Persipura, tapi kalau kita mau jujur menilai siapa yang sebenarnya mencoret Persipura maka kita harus jujur mengatakan – rayuan bodoh dan gombal – nya PT. LI dan ISL serta Djoko Driyono lah yang telah menyebabkan Persipura memposisikan dirinya untuk di coret sebagai peserta play off ACL, jadi mengapa kemudian sekarang ada langkah – langkah sistematis yang menyalahkan PSSI terkait hal ini bahkan sebagai pintu masuk untuk pelaksanaan KLB, bukankah PSSI sudah menjalankan fungsinya dengan baik dan benar sesuai dengan regulasi, mereka mendaftarkan Persipura pada tgl 31 Oktober 2011 dan mereka juga menyampaikan fakta – fakta soal Persipura kepada AFC, Persipura harus berani menanggung konsekuensi dari langkah yang sudah diambil. Persipura bukannya tidak tahu bahwa jika ia memilih bersama Djoko Driyono dan ISL ia akan kehilangan kesempatan bermain di ACL sebagaimana yang disampaikan oleh Benhur Tommy Manu Ketua Umum Persipura ke beberapa media jauh sebelum Persipura akhirnya memilih bergabung dgn Djoko Driyono dan ISL nya.
Korban kedua tentunya adalah Klub dan para pemain, pengakuan BOPI yang hanya memberi izin PT. LI untuk menyelenggarakan Turnamen dan bukan Liga telah membuka mata kita bahwa klub dan pemain yg bermain di ISL sudah terperangkap dalam kebohongan yang dibuat oleh Djoko Driyono dkk. Mereka menjadi klub dan pemain yang bukan apa – apa, bukan siapa – siapa dan tidak akan kemana – mana dalam struktur kompetisi sepakbola Indonesia.
Coba lihat struktur kompetisi mana yang diakui FIFA sebagai otoritas tertinggi sepakbola dunia, anda tinggal masuk ke situs FIFA untuk melihat bahwa saat ini FIFA hanya mengakui struktur kompetisi resmi di bawah PSSI dan PT. LPIS – Indonesia Premier League
http://www.fifa.com/associations/association=idn/nationalleague/results.html
Saya jadi cukup kaget, kecewa dan sedih juga ketika ada pemain klub ISL yang dengan bangganya mengatakan lebih baik memilih klub daripada bermain untuk Team Nasional bahkan ada yang dengan bangganya mengatakan bahwa – bisa apa Team Nasional tanpa kami – padahal mereka saja tidak bisa memberikan prestasi apa – apa bagi bangsa ini. Jika saya adalah pelatih team nasional saya sudah pastikan tidak akan merekrut pemain model begini kedalam sebuah team nasional sebelum dia belajar arti loyalitas kepada bangsa dan loyalitas kepada bangsa itu bukan sesuatu yang dikatakan di depan media, ditulis di dalam sebuah blog pribadi atau dinyatakan dalam curhat di twitter, loyalitas itu harus di buktikan dengan sikap dan tindakan bukan sekedar kata-kata dan curhat lebay di twitter.
Saatnya sekarang seluruh insan sepakbola Indonesia menyadari mau dibawa kemana masa depan sepakbola Indonesia, dengan fakta - fakta yang dirilis oleh AFC dan FIFA tadi harusnya membuka mata siapa saja untuk melihat siapa sesungguhnya yang menyebabkan kisruh sepakbola Indonesia 3 tahun belakangan ini. Kita berharap PSSI yang secara legal adalah federasi yang sah dari sisi hukum formal dan regulasi FIFA/AFC untuk dapat memerankan dirinya dengan benar melakukan pembenahan sepakbola nasional, dimulai dengan secara bijaksana mengundang klub - klub yg saat ini mungkin sedang lupa untuk berbicara dari hati ke hati seperti bapak kepada anaknya. Mungkin mereka memang nakal dan harus di hukum, tapi lakukanlah dengan bijaksana. kalaulah kemudian mereka tetap membandel untuk tidak kembali ke Rumah Sepakbola yang resmi, itu adalah sebuah pilihan, kita harus menghormati itu, dan ketika telah memilih mereka seharusnya konsekuen terhadap dampak dan akibat yang akan diterima dari pilihan tersebut, jangan jadi pengecut dan jangan jadi pengganggu !
Semoga penilaian AFC dan FIFA soal sepakbola kita lebih jujur dan membuka mata hati kita semua atas semua kisruh yang terjadi di sepakbola kita saat ini.
Menurut saya: Kini PT LI ngotot ISL tetap bergulir dan mengabaikan sanksi PSSI. Padahal hasil presetasi selama 8 tahun pada era Nurdin nol besar.